Pengamat : Kasus dugaan OTT di pilkada Banda Aceh tidak mempengaruhi Hasil Pleno KIP Banda Aceh


Banda Aceh -
Polemik dan reaksi sejumlah pihak terhadap isu dugaan tindak pidana money politik pada Banda Aceh yang diduga dilakukan oleh relawan salah satu paslon dalam pilkada di Banda Aceh. 


Kasus tersebut sudah diputuskan secara resmi oleh Panwaslih Banda Aceh bahwa dugaan OTT (Operasi Tangkap Tangan) tersebut tidak memenuhi syarat formil dan materil sehingga tidak bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya. Hal ini sesuai dengan amanat Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024.


Salah satu reaksi yaitu terlihatnya beberapa pendemo yang mengatasnamakan salah satu Paslon cawalkot-cawawalkot di depan kantor Panwaslih Banda Aceh yang menyampaikan orasinya agar mendiskualifikasi paslon pemenang yang diduga memberikan uang kepada Pemilih.


Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Muhammad Zubir, SH, MH menyampaikan bahwa bahwa belum ada di Indonesia kasus OTT money politik atau pidana pilkada yang mengakibatkan paslon gugur atau tidak jadi dilantik dan tidak mempengaruhi atau merubah hasil pleno KIP Banda Aceh, karena pertanggungjawaban pidana pemilu atau penjatuhan sanksi itu terhadap pelaku.


"Satu-satunya upaya hukum untuk mempengaruhi Pleno KIP Banda Aceh yang memenangkan pasangan Illiza - Afdhal adalah gugatan Sengketa Hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun harus memenuhi Syarat formil ambang batas selisih suara tidak boleh melebihi 2 persen selisih perolehan suara pemenang dengan suara Paslon dibawahnya, dan di Banda Aceh jarak selisihnya jauh diatas 2 persen, maka menggugurkan upaya menggugat ke MK bagi Paslon yang kalah, dalam hal  Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada), Mahkamah Konstitusi (MK) berpedoman pada dua hal. Pertama, permohonan tersebut diajukan oleh pasangan calon kepala daerah. Kedua, memenuhi syarat formil ambang batas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 158 Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota menjadi Undang-Undang" Kata Zubir.


"Mengenai Pelaporan dugaan tindak pidana pemilu itu ada mekanismenya, begitu juga Proses hukumnya yang dilakukan oleh Gakkumdu Panwaslih, Jadi tidak serta-merta langsung proses hukum, harus melalui mekanisme atau prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan" Tambah Zubir.


Lebih lanjut ditegaskan, apabila pelanggaran pilkada seperti dugaan OTT tidak dapat dibuktikan secara hukum, maka penindasan juga tidak dapat dilakukan. Penindakan adalah pemulihan terhadap pelanggaran. Sepanjang pelanggaran belum dapat dibuktikan, maka penindakan juga belum dapat dilakukan. 


"Kita justru mengingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam menyiarkan atau memposting tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar atau belum adanya putusan lembaga resmi akan dianggap menyebarkan berita hoax dan dapat dipidana" Tutup Zubir yang juga Pengacara dari Aceh.